Pelayanan Kreatif

  1. Pendahuluan
Yang dimaksudkan dengan Pelayanan Kreatif adalah pelayanan yang berdasar kuat pada kebenaran firman Tuhan, tetapi dilaksanakan secara kreatif agar kebenaran tersebut dapat mengenai sasaran, yakni orang yang dilayani, secara lebih efektif dan efisien.
Gereja berada di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kreativitas, tetapi masih ada gereja yang mempertahankan cara-cara atau metode yang kuno yang tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Yang dimaksudkan di sini bukan isi pelayanannya melainkan bentuk dan cara bagaimana pelayanana itu dilakukan.
Gereja seharusnya memelopori Kreativitas ini, karena gereja adalah persekutuan orang-orang percaya yang adalah anak-anak Allah Pencipta. Istilah Creator (Pencipta) erat kaitannya dengan kata Creative (Kreatif). Itu berarti Roh Allah yang tinggal di dalam setiap diri orang percaya akan memampukannya menjadi insane-insan yang kreatif.
Henri J.M. Nouwen menyatakan bahwa dalam bukunya, Creative Ministry, bahwa hari-hari ini ada kelaparan dan keharusan yang luar biasa terhadap hal-hal rohani. Untuk memenuhi kebutuhan yang amat mendesak itu setidaknya ada 5 (lima) bagian dalam pelayanan yang seharusnya dibuat begitu kreatif: pengajaran (teaching), khotbah (preaching), konseling (counseling), pengorganisasian (organizing), dan perayaan (celebrating).
2. Tujuan Mempelajari Kreativitas?
Adapun tujuan kita mempelajari kreativitas adalah:
(a) Untuk mengembangkan potensi yang kita miliki melampaui batasan-batasan intelegensia yang ada.
(b) Untuk dapat berkompetisi secara sehat dalam pelayanan. Dalam dunia dengan kompleksitas, perubahan, dan kompetisi yang semakin meningkat, membangkitkan gagasan baru sangatlah penting untuk pelayanan kita.
(c) Untuk dapat mengefektifkan kreativitas SDM yang ada dalam lingkup jemaat.
(d) Untuk berupaya menemukan cara-cara baru dan lebih baik dalam menyelesaikan masalah dalam pelayanan.
(e) Untuk mengembangkan komunitas di sekitar tempat kita melayani.
(f) Untuk membangun pengetahuan yang alamiah.
(g) Untuk mengembangkan gejala kemanusiaan yang alami, karena kreativitas sangat bersifat demokratis.
(h) Untuk meningkatkan kesehatan mental, karena kreativitas merupakan aspek penting kesehatan mental.
(i) Untuk mengembangkan kelompok-kelompok peminat kreativitas dalam pelayanan.
(j) Untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan melalui pelayanan.
(k) Untuk menyumbangkan pemikiran yang lebih baik bagi kepemimpinan yang efektif.
(l) Untuk memperkuat proses pembelajaran jemaat
3. Dasar Teologis Pelayanan Kreatif
Setiap hal yang kita lakukan bagi Tuhan dan sesame harus memiliki landasan firman Tuhan yang kuat. Demikian pula dengan Pelayanan Kreatif ini.
3.1. Makna Pelayanan
Apakah pelayanan itu? Hal ini harus dipahami terlebih dahulu oleh setiap orang yang mau melayani Tuhan.
Secara etimologi, kata “pelayanan” memiliki makna yang amat kompleks. Dalam bahasa Yunani digunakan beberapa istilah, yaitu:
(1) doulow (douloō) – melayani sebagai hamba atau budak! Pada zaman PB, seorang budak dapat dibeli atau dijual sebagai komoditi. David Watson menyatakan : “Seorang budak adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki kepentingan diri sendiri. Dalam ketaatan penuh kerendahan hati ia hanya bisa berkata dan bertindak atas nama tuannya. Dalam hal ini tuannya berbicara dan bertindak melalui dia”. Benar-benar tak berdaya. Sebagai orang percaya, kita sekalian adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba (doulos) kebenaran (Roma 6:18), menjadi hamba Allah (Roma 6:22).
(2) diakonew (diakoneō) – melayani sebagai pelayan dapur, yang menantikan perintah di sekitar meja makan (Mat. 8:15; Efs. 4:12). Ini bukan pekerjaan yang menyenangkan, karena seringkali ia akan menerima dampratan dari orang yang merasa kurang puas dilayani. Dalam arti luas kata ini menyatakan seseorang yang memperhatikan kebutuhan orang lain, kemudian berupaya untuk dapat menolong memenuhi kebutuhan itu. Orang bisa saja bekerja sebagai budak (doulos) dan tidak menolong seorangpun; tetapi jika ia seorang diakonos, ia berkaitan erat dengan upaya menolong orang lain (Luk 22:27; Yoh. 12:26; 1 Tim. 3:13).
(3) uphrethV (hupérètés) – melayani sebagai bawahan terhadap atasannya. Duane Dunham menyatakan bahwa seorang hupérètés adalah seorang yang segera memberikan tanggapan dan tidak banyak tanya tentang tugas yang dipercayakan kepadanya. Dalam bidang pelayanan ia adalah seorang kelasi kapal. Dalam Kisah 24:13 kita melihat sahabat-sahabat Paulus bertindak selaku hupérètés terhadap Paulus, yaitu menolong hamba Tuhan lain agar pelayanannya menjadi lebih efektif.
(4) litourgikoV (litourgikos) – melayani orang lain di depan publik (Kisah 13:2). Pelayanan ini dilakukan kepada sejumlah orang pada saat yang bersamaan, sehingga harus direncanakan dan terus ditingkatkan.
Jadi setiap pelayan Tuhan adalah: seorang hamba (budak) Kristus (doulos), seorang pelayan yang selalu rindu menolong orang lain dalam memenuhi kebutuhannya (diakonos), seorang yang tidak diperhitungkan namun pelayanannya amat dibutuhkan (hupérètés), seorang yang disorot oleh banyak orang (litourgikos).
3.2. Kreativitas Pelayanan
Dalam Alkitab terdapat banyak contoh bagaimana pelayanan dilakukan secara kreatif, baik secara langsung sebagai tindakan Allah sendiri, maupun secara tidak langsung melalui hamba Tuhan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
(a) Pelbagai bentuk ciptaan Allah seperti jenis-jenis binatang, tanaman, dan manusia menyatakan bahwa Allah itu mahakreatif.
(b) Dalam memberikan solusi bagi pelbagai permasalahan yang dihadapi umat Israel dalam perjalanan dari Mesir ke Kanaan, Allah bertindak secara kreatif: menyibak Laut Taberau, memberi makan manna dan daging dari burung puyuh, memberikan air minum dari bukit batu, memimpin, melindungi dan menaungi dengan tiang awan dan tiang api.
(c) Dalam menyampaikan pesan-pesan dari Allah, para nabi juga menggunakan cara-cara yang kreatif, bahkan nabi Hosea menjadikan keluarganya sebagai alat peraga.
(d) Dalam berkomunikasi dengan umat-Nya Allah juga kreatif, yaitu menggunakan pelbagai cara: berbicar alangsung, melalui penglihatan, mimpi, peristiwa alam, dan melalui Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal (Ibr. 1:1-3).
(e) Dalam pengajarannya Yesus Kristus menggunakan metode kreatif, seperti: metode bercerita dengan perumpamaan, menggunakan alat peraga, berdiskusi dan tanya-jawab, dan sebagainya.
Bentuk pelayanan yang kreatif dicontohkan secara mendasar oleh Henri M. Nouwen sebagai penggabungan antara profesionalisme dan spiritualitas, yaitu: (1) pengajaran yang lebih dari sekedar pengalihan pengetahuan; (2) penyampaian khotbah yang lebih dari sekedar menceritakan kembali kisah-kisah Alkitab; (3) pelayanan pastoral yang lebih dari sekedar memberikan respons atau tanggapan yang baik; (4) pengorganisasian yang lebih dari sekedar menyusun struktur, dan (5) perayaan yang lebih dari sekedar ibadah yang bersifat protektif.
Terhadap kreativitas pelayanan ini ada dua pandangan yang perlu dianalisa dan dikaji lebih lanjut, yaitu pandangan Kaum Reformed, dan pandangan Kaum Sakramentalis (Katolik).
4. Aspek-aspek Pengertian Kreativitas
4.1. Definisi Kreativitas – 4 P
Ada empat unsur penting dalam kreativitas yang dijadikan titik tolak definisi oleh para ahli.
4.1.1. Definisi PRIBADI – Kreativitas adalah sesuatu yang muncul dari interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya.
Teori tentang pembentukan pribadi kreatif meliputi 2 (dua) aliran yang paling berpengaruh, yaitu :
(a) Teori Psikoanalisis
§ Sigmund Freud (1856-1939) – kemampuan kreatif merupakan cirri kepribadian yang menetap pada lima tahun pertama dari kehidupan.
§ Ernest Kris (1900-1957) – orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar.
§ Carl Jung (1875-1961) – Dari ketidaksadaran kolektif (yang diperoleh dari masa lalu dan ingatan kabur pengalaman seluruh umat manusia) timbi penemuan, teori, seni, dan karya-karya baru lainnya.
(b) Teori Humanistik
§ Abraham Maslow (1908-1970) – dalam memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan aktualisasi dan estetik, manusia menjadi kreatif.
§ Carl Rogers (1902-1987) – pribadi yang kreatif: (a) terbuka terhadap pengalaman; (b) mampu menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang; (c) mampu bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep
(c) Ciri-ciri kepribadian Kreatif
§ Selalu ingin tahu
§ Mandiri dan memiliki rasa percaya diri
§ Lebih berani mengambil resiko (tetapi disertai perhitungan)
§ Tidak menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain
§ Tidak takut membuat kesalahan dan tidak takut mengemukakan pendapat
§ Berani tampil beda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi.
§ Memiliki energi, spontanitas, dan kepetualangan yang tinggi
§ Mempunyai rasa humor yang tinggi
§ Memiliki kecenderungan pada hal-hal yang rumit dan misterius
§ Memiliki minat besar terhadap seni, sastra, musik, dan teater
4.1.2. Definisi PROSES
Menurut E.P. Torrance (1988), kreativitas adalah:
… the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing elements, something asked; 2) making guesses and formulating hypotheses about these deficiencies; 30 evaluating and testing these guesses and hypotheses; 4) possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results.
Definisi Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil. Teori tentang proses kreatif bertumpu pada Teori Wallas (The Art of Thought – 1926) tentang tahap-tahap proses kreatif (yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi), dan teori tentang belahan otak kiri dan kanan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terutama belahan otak kanan yang berkaitan dengan fungsi-fungsi kreatif.
4.1.3. Definisi PRODUK
Menurut Barron (1992), “kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru”, sedangkan menurut Hefele (1962), “Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.”
Rogers mengemukakan criteria untuk produk kreatif, yaitu: (1) produk itu harus nyata (observable); (2) produk itu harus baru, dan (3) produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Besemer dan Treffinger (1981) memaparkan suatu model, bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan kriteria:
(a) kebaruan (novelty)jumlah dan luas proses yang baru, teknik baru, bahan baru, konsep baru yang terlibat, dalam hal di dalam dan di luar lapangan/bidang, dalam hal dampak dari produk terhadap produk kreatif di masa depan. Selanjutnya produk itu original dalam arti sangat langka di antara produk-produk yang dibuat oleh orang-orang dengan pengalaman dan pelatihan yang sama; juga menimbulkan kejutan (surprising) di mana sebelum memberikan penilaian orang tercengang bahkan kaget; dan produk itu juga germinal dalam hal dapat menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya.
(b) pemecahan (resolution)yaitu sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhan dari situasi bermasalah. Produk itu harus bermakna (valuable) menurut para pengamat karena memenuhi kebutuhan; logis, dengan mengikuti aturan yang ditentukan dalam bidang tertentu; dan berguna karena dapat diterapkan secara praktis.
(c) kerincian (elaboration) serta sintesis – yaitu sejauh mana produk itu menggabung unsure-unsur yang tidak sama/serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren (bertahan secara logis). Dalam hal ini produk itu harus:
· organis, yaitu mempunyai arti inti seputar mana produk itu disusun;
· elegan, yaitu canggih, memiliki nilai lebih dari yang tampak;
· kompleks, yaitu berbagai unsure digabung pada satu tingkat atau lebih;
· dapat dipahami, karena tampil secara jelas;
· menunjukkan ketrampilan atau keahlian yang baik, dikerjakan secara seksama.
Manfaat dari penentuan kriteria suatu penilaian produk kreatif, ialah bahwa diketahui kekuatan dan kelemahan dari suatu produk. Namun suatu produk tidak perlu memenuhi semua kriteria. Misalnya:
Penilaian Kriteria terhadap Penemuan Telepon oleh Bell
Kriteria
Tingkat
Kriteria
Tingkat
Orisinalitas
Tinggi
Organis
Tinggi
Kejutan
Tinggi
Elegan
Rendah
Germinal
Tinggi
Majemuk
Rata-rata
Bermakna
Tinggi
Dapat dipahami
Tinggi
Logis
Tinggi
Keterampilan
Rendah
Berguna
Tinggi
4.1.4. Definisi “PRESS” / PENDORONG – Kreativitas dapat terwujud karena adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsic) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Menurut Rogers (dalam Vernon, 1982), pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, untuk mewujudkan dirinya; dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya.
Sedangkan kondisi eksternal yang mendorong timbulnya kreativitas adalah keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
4.2. Pengembangan Kreativitas
Dalam pengembangan kreativitas ada beberapa factor penentu, yaitu peran keluarga, sekolah/pembinaan, dan masyarakat/gereja.
4.2.1. Peranan Keluarga
Menurut Amabile ada beberapa faktor dalam keluarga yang menentukan kreativitas seseorang: kebebasan, respek, kedekatan emosional yang sedang, prestasi (bukan angka), orang tua yang aktif dan mandiri, serta menghargai kreatifitas.
Faktor lainnya adalah keberadaan orang tua sebagai model Penelitian menunjukkan bahwa anak kreatif mengidentifikasi diri dengan banyak orang dewasa dari dua jenis kelamin, dan bahwa komunikasi dengan orang dewasa yang menarik, aktif, dan berprestasu dapat merangsang kreativitas anak.
(a) Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak ialah:
· menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya;
· memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal;
· membiarkan anak mengambil keputusan sendiri;
· mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal;
· meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan, dan apa yang dihasilkan;
· menunjang dan mendorong kegiatan anak;
· menikmati keberadaannya bersama anak;
· memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak;
· mendorong kemandirian anak dalam bekerja;
· melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.
(b) Sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak ialah:
· mengaakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah;
· tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua;
· tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua;
· tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak;
· anak tidak boleh berisik;
· orang tua ketat mengawasi kegiatan anak;
· orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas;
· orang tua kritis terhadap anak dan menolak agagasan anak;
· orang tua tidka sabar dengan anak;
· orang tua dan anak adu kekuasaan; serta
· orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.
4.2.2. Peranan Sekolah
Beberapa faktor penting dalam pembinaan di sekolah (atau di gereja) yang dapat membangkitkan kreativitas adalah sebagai berikut:
(1) Sikap Guru – yaitu mendorong motivasi intrinsik. Pendekatan yang terbaik adalah mengarahkan peserta didik ke tujuan keseluruhan, tetapi mendorong untuk belajar dengan cara yang menurut mereka terbaik bagi mereka. Penekanannya adalah pada belajar, dan tidak pada penilaian.
(2) Falsafah Mengajar – yaitu falsafah yang menyatakan bahwa:
· belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan;
· anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik;
· anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif;
· anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas;
· anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas;
· guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa;
· guru memang kompeten, tetapi tidak perlu sempurna;
· anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka baik dengan guru maupun dengan teman sebaya;
· kerja sama selalu lebih daripada kompetisi;
· pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.
(3) Pengaturan Ruang Kelas – beberapa pengaturan ruang kelas yang bisa membangkitkan kreativitas:
· Kelas bisa bervariasi antara kelas terbuka dan kelas tradisional (tertutup).
· Ruang kelas merangsang secara visual, tanpa mengganggu perhatian. Ruang kelas penuh dengan berbagai produk hasil karya peserta didik yang beragam. Ada lukisan, foto, karangan, patung, dan karya-karya lain.
· Tersedianya bahan pendidikan yang beragam dalam jumlah banyak.
· Peserta didik mengusahakan bahan-bahan dari luar untuk kelas mereka.
(4) Strategi Mengajar – yaitu strategi pengajaran dalam hal:
· memberikan penilaian (tidak hanya oleh guru tetapi juga melibatkan peserta didik),
· pemberian hadiah (yang tidak berupa materi dan berkaitan dengan kegiatan yang sedang dilakukan), dan
· memberi kebebasan kepada peserta didik dalam memilih (misalnya memilih topik karangannya sendiri, dsb.)
4.2.3. Peranan Masyarakat
Menurut Ariet (1976), masyarakat yang mampu berperan dalam pengembangan kreativitas (disebut masyarakat yang memiliki kebudayaan creativogenis) memiliki karakteristik sebagai berikut:
· tersedianya sarana-prasarana kebudayaan;
· keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan;
· penekanan pada becoming, tidak hanya pada being;
· kesempatan bebas terhadap media kebudayaan;
· kebebasan, dengan pengalaman tekanan dan tintangan sebagai tantangan;
· menghargai dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda;
· toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen;
· interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti; dan
· adanya insentif, penghargaan atau hadiah
Dalam lingkup Pelayanan, yang dimaksud dengan masyarakat adalah lingkungan Pelayanan itu sendiri, misalnya jemaat dan sistem pemerintahan gereja atau manajemen gereja secara keseluruhan.
4.3. Kendala Kreativitas Dan Cara Mengatasinya
Menurut Utami Munandar ada beberapa hal yang bisa menjadi kendala bagi kreativitas seseorang. Kendala-kendala tersbut bisa bersifat internal yaitu dari individu itu s4endiri, atau sumber eksternal, baik lingkungan makro (kebudayaan, masyarakat) maupun lingkungan mikro (keluarga, sekolah, teman sebaya).
Utami juga mengutip Shalcross (1985) yang menggolongkan sumber-sumber kendala sebagai berikut: kendala historis, kendala biologis, kendala fisiologis, kendala sosiologis, kendala psikologis, dan kendala diri sendiri.
Dalam mengembangkan kreativitas juga menghadapi kendala, yaitu dari evaluasi yang keliru, pemberian hadiah yang tidak tepat, persaingan yang tidak sehat, dan lingkungan yang membatasi.
Adams (1986) menggunakan istilah conceptual blocks, yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Itu harus dihadapi dengan conceptual blockbusting. Berikut ini adalah beberapa bentuk kendala konseptual:
4.3.1. Kendala Eksternal
(1) Kendala Kultural – kekuatan social-budaya ini mempengaruhi pola perilaku seseorang, perasaan, sikap, interaksi, system nilai, pendidikan, normakelompok, dan hamper semua aspek kehidupan, termasuk perilaku kreatif. Beberapa contoh antara lain:
· berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu;
· suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak;
· keharus berpikir logis, kritis, analitis, dan tidka mengandalkan pada perasaan atau firasat;
· menyatakan bahwa setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan dengan uang banyak;
· keterikatan pada tradisi; dan
· adanya atau berlakukanya tabu.
(2) Kendala Lingkungan Dekat (Fisik dan Sosial) – yang termasuk lingkungan dekat ialah keluarga dan lingkungan kerja. Contohnya antara lain:
· kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota keluarga atau antara sejawat;
· majikan (orang tua) yang otokrat dan tidka terbuka terhadap ide-ide bawahannya (anak);
· ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan;
· ganggunag lingkungan, keributan, kegelisahan, serta
· kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.
4.3.2. Kendala Internal
(1) Kendala Perseptual, yang dapat berupa:
· kesulitan untuk mengisolasi masalah;
· kecenderungan untuk selalu memabatasi masalah;
· ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang;
· melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip, memberi label terlalu dini;
· kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan; serta
· ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.
(2) Kendala Emosional, yang dapat berupa:
· tidak adanya tantangan; masalah tersebut tidak menarik perhatian;
· semangat yang berlebih; terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil; hanya melihat satu jalan untuk diikuti;
· takut membuat kesalahan; takut gagal; takut mengambil resiko;
· tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity), kebutuhan yang berlebih akan keteraturan dan keamanan;
· lebih suka menilai gagasan, daripada memberi gagasan, serta
· tidak dapat rileks, atau berinkubasi.
(3) Kendala Imajinasi, yang dapat berupa:
· pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak sadar;
· tidak memberi kesempatan pada daya imajinasil serta
· ketidakmampuan untuk membedakan realitas dan fantasi.
(4) Kendala Intelektual, yang dapat berupa:
· kurang Informasi atau Informasi yang salah;
· tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah; serta
· perumusan masalah tidak tepat.
(5) Kendala dalam Ungkapan, yang dapat berupa:
· keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan, dan
· keterlambatan dalam ungkapan secara tertulis.
4.3.3. Cara Mengatasinya
Adams (1986) menyatakan adanya beberapa cara atau strategi yang secara umum dapat digunakan untuk membantu kita dalam kinerja kreatif:
(1) menggunakan cara-cara yang non-verbal, seperti: berpikir visual (dalam gambaran atau bayangan), atau yang mengandalkan alat indra lainnya;
(2) mempunyai sikap mempertanyakan (questioning), atau menyelidiki (inquisitive);
(3) memiliki kelancaran dan kelenturan dalam berpikir;
(4) menggunakan teknik-teknik kreatif.
5. Teknik-teknik Kreativitas
Ada beberapa teknik kreativitas yang bisa dikembangkan lebih lanjut.
5.1. Teknik Kreatif Tingkat I
(1) Memberikan pemanasan (warming up) atau pemecahan suasana (ice-breaker).
Teknik yang biasa digunakan dalah merangsang pikiran divergen dengan mengajukan pertanyaan yang mendorong ungkapan pikiran dan perasaan yang berakhir terbuka (open-ended thoughts and feelings), seperti:
(a) Andaikata …
· Andaikata tidak pernah hujan, apa akibatnya?
· Andaikata semua orang sama pandainya, apa yang akan terjadi?
(b) Dapatkah memberikan judul lain untuk suatu cerita, sajak, atau lukisan?
(c) Dapatkah menyelesaikan gambar, bentuk, atau cerita yang belum selesai?
(d) Bagaimana dapat memperbaiki buku pelajaran, bangku kuliah, tas, sepatu, ruang kuliah, halamnan kampus?
(e) Dapatkah memikirkan penggunaan baru untuk benda seharu-hari, seperti: kapur, pensil, bola tennis, dan lain-lain?
(2) Sumbang Saran (Brainstorming)
Jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat, maka teknik yang dikembangkan oleh Alex F. Osborn ini merupakan teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan. Ia menyatakan bahwa ada 4 (empat) aturan dasar untuk Sumbang Saran, yaitu:
(a) Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan, mislnya: Hal itu sudah seing dilakukan …; Hal itu belum pernah dilakukan …; Rasanya tidak akan jalan …; Gagasan itu aneh sekali ….
(b) Kebebasan dalam memberikan gagasan.
(c) Gagasan sebanyak mungkin.
(d) Kombinasi dan peningkatan gagasan, misalnya: tentang: “ikat pinggang”
§ Mobil Anda rusak, dan Anda terdampar di padang pasir. Yang Anda miliki hanyalah satu koper penuh berisi ikat pinggang. Bagaimana Anda dapat menggunakannya?
§ Teman-teman Anda akan datang selama satu jam untuk merayakan ulang tahun Anda. Anda hanya memiliki setumpukan ikat pinggang. Apa yang dapat Anda lakukan?
§ Andaikan ikat pinggang itu sepuluh kali lebih besar dan lebih kuat, untuk apa saja Anda dapat menggunakannya?
§ Sekarang ikat pinggang itu sepersepuluh dari ukuran sebelumnya. Dapat digunakan untuk apa saja?
§ Ikat pinggangnya dibuat dari es, kayu, perak atau kertas. Apa saja kemungkinan penggunaannya?
§ Kembangkan setidaknya 10 ide untuk hal-hal berikut ini
1. Suatu makanan snack baru
2. Bagaimana cara menenangkan anak-anak yang sedang gaduh di dalam sebuah bis
3. Bagaimana memperoleh lebih banyak turis berkunjung ke Indonesia
4. Bagaimana mempertemukan dua orang sejoli agar nampak romantis
5. Bagaimana mengurangi biaya perawatan di rumah sakit
6. Bagaimana mengurangi kepadatan di bandara dan delay pesawat
7. Sebuah nama sabun detergent baru
8. Bagaimana caranya agar kunci mobil aman saat berada di pantai
9. Suatu mainan baru
10. Suatu produk elektronik baru
(3) Pertanyaan yang memicu gagasan (Idea Spurring Questuions)
Dalam teknik ini banyak digunakan “kata kerja manipulatif” yang dapat membantu seseorang dalam mengembangkan gagasan kreatif dengan melihat hubungan-hubungan baru, memanipulasi Informasi dan gagasan untuk menghasilkan ide-ide yang orisinal.
(a) Penggunaan lain – Apa yang dapat Anda lakukan dengan 100 roda dari sepatu roda?
(b) Menyesuaikan – Apa saja yang dapat digunakan sebagai tempat duduk?
(c) Mengubah – Apa saja yang dapat Anda pikirkan agar pergi ke dokter gigi lebih menyenangkan?
(d) Memperbesar – Bagaimana bila ulang tahun dirayakan tiga kali dan tidak hanya sekali setahun?
(e) Memperkecil – Bagaimana jika sekolah hanya satu jam sehari? Bagaimana jika orang hanya 30 sentimeter tingginya?
(f) Mengganti – Apa yang akan terjadi jika sepeda dapat terbang di udara dan berlayar di laut?
(g) Menyusun kembali – bagaimana jika Anda belajar di sekolah pada malam hari dan tidur di sing hari?
(h) Membalik – Bagaimana rasanya jika setiap orang selalu berjalan ke belakang?
(i) Menggabung – Penemuan apa yang dapat Anda hasilkan jika lemari es, radio, dan jendela digabung?
5.2. Teknik Kreatif Tingkat II
(1) Sinektik
Teknik Sinektik (synectics) dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan merupakan teknik berpikir kreatif yang menggunakan analogi dan metafor (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau. Teknik ini tidak membutuhkan peralatan, kecuali kertas atau papan tulis untuk mencatat ide-ide. Langkah pertama ialah merumuskan masalah yang ditulis di papan tulis agar semua dapat melihatnya. Kegiatan Selanjutnya berlangsung dengan seluruh kelas dipimpin oleh guru atau dalam kelompok kecil dipimpin oleh siswa.
Teknik ini merupakan cara yang menyenangkan untuk melibatkan siswa dalam diskusi yang imajinatif dan menghasilkan strategi pemecahan masalah yang tidak lazim tetapi dapat dilaksanakan. Setiap topik dari bidang studi dapat dibahas dalam kelompok diskusi kecil atau besar. Melalui sinektik siswa dapat belajar strategi yang bermakna untuk memecahkan masalah.
Ada 3 (tiga) jenis analogi yang digunakan dalam sinektik, yaitu: analogi fantasi, analogi langsung, dan analogi pribadi.
Dalam Analogi fantasi siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah, termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. Semua gagasan diterima, tidak ada yang dikritik, dan siswa dapat melanjutkan gagasan siswa lain. Setelah menghasilkan sejumlah gagasan fantasi, guru mengajak siswa melakukan evaluasi praktis dan menganalisa gagasan untuk menemukan yang mana dapat diterapkan secara praktis. Dalam Analogi langsung siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar dalam situasi kehidupan nyata. Kalau Analogi Fantasi dapat seluruhnya bersifat fiktif, sedangkan dalam Analogi Langsung masalahnya dikaitkan dengan kehidupan nyata. Juga di sini semua gagasan siswa diterima untuk kemudian ditinjau kemungkinan penerapannya secara praktis. Dalam Analogi pribadii siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu sendiri.
Jadi prosedur teknik sinektik adalah sbb.:
1. Analisa dan definisi permasalahan
2. Gagasan solusi spontan
3. Mereformulasi permasalahan
4. Penciptaan analogi langsung
5. Analogi pribadi (identifikasi)
6. Analogi simbolis (kontradiksi)
7. Analogi langsung
8. Analisa analogi langsung
9. Penerapan pada permasalahan
10. Pengembangan solusi-solusi yang mungkin
(2) Futuristik
Dalam teknik ini para siswa diajak melihat ke masa depan. Tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan siswa cara-cara berpikir tentang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan lebih positif.
2. Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami system-sistem yang kompleks.
3. Membantu siswa menemukenali dan memahami masalah-masalah utama yang timbul di masa depan.
4. Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya.
Beberapa keterampilan yang dapat digunakan pada futuristik:
(a) Menulis skenario. Misalnya pengantar skenario mengenai penggunaan waktu luang di masa depan adalah sebagai berikut:
Dengan tiga hari kerja dalam seminggu saya bingung menemukan kegiatan waktu luang yang menyenangkan dan dapat dimulai sendiri. Karena itu tugas saya ialah menemukan cara yang produktif dan bermanfaat untuk menggunakan waktu luang saya. Sekarang robot mengerjakan pekerjaan rumah tangga, computer dapat melakukan semua pekerjaan, jadi …
(b) Roda masa depan (future wheels), yaitu suatu teknik di mana suatu kecenderungan yang ada atau yang akan timbul di masa depan diidentifikasi dan menempatkan kecenderungan ini di pusat, dan kemudian menemukenali hubungan sebab-akibat dari kecenderungan itu. Misalnya tentang “rekayasa genetik” pada halaman 16.
(c) Trending, yaitu melihat kecenderungan-kecenderungan di masa depan yang berguna melengkapi teknik Roda Masa Depan. Misalnya, buku Megatrends, karangan John Naisbitt (1982).
5.3. Teknik Kreatif Tingkat III
Pada tingkat ini siswa dilibatkan dalam tantangan dan masalah nyata. Ia menjadi seorang peneliti dan dalam penelitiannya ia dapat menggunakan teknik-teknik kreatif yang sudah dipelajari pada Tingkat I dan II.
6. Bentuk-bentuk Kreativitas Pelayanan
6.1. Ibadah Raya
Kreativitas dalam Ibadah Raya (Minggu) bisa berupa:
(a) Musik – mengiringi lagu-lagu rohani dengan aransemen baru, namun harus tetap mengikuti pola musik yang benar.
(b) Pujian – variasi antara lagu lama dan baru, giliran siapa yang menyanyi (WL dan singers – jemaat, jemaat pria – wanita, sebelah kanan – kiri, orang tua – anak-anak, dsb.).
(c) Tambourine dan Tarian – Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kreativitas Tambourine dan Tarian ini adalah:
· Memiliki dasar Alkitab yang jelas (Maz 149:3)
· Kerohanian para pelatih dan penarinya. Mereka harus tahu bahwa tujuan utama pelayanan ini adalah memuliakan Tuhan melalui ekpresi dan gerakan tubuh. Pelayanan ini memang bisa menjadi berkat dan menguatkan satu sama lain, tetapi tujuan utamanya adalah menyembah Tuhan Yesus Kristus. Itu berarti sebelum menari harus memeriksa kembali hubungan pribadi dengan Tuhan; jika tidak, penyembahan menjadi tidak nyata dan hanya menjadi tontonan belaka.
· Kesatuan di antara para penari juga harus terjalin dengan baik (Maz. 133).
· Penundukan diri kepada pimpinan rohani yang di atasnya juga harus selalu dijaga (Ibr. 13:7).
· Area untuk menari harus cukup luas agar para penari dapat terlihat jelas oleh seluruh jemaat.
· Adanya lighting juga akan sangat menolong pelayanan ini.
· Riasan (make up) dan Pakaian harus menarik dan sopan, dan hindari gerakan-gerakan erotis yang kurang sopan.
(d) Khotbah – metode khotbah, visualisasi kasus, penggunaan LCD Projector (statis dan animasi), ilustrasi, gerakan-gerakan profetik, interaktif dengan jemaat, altar call, dsb.
(e) Persembahan – kolektan berkeliling, maju ke depan, kotak di pintu masuk, dsb.
(f) Doa – semua bersuara, sahutan “Ya” dan “Amin”, jenis-jenis doa, praywalk, dsb.
(g) Pengumuman – dibacakan disertai tayangan LCD Projector, dimuat di Warta Jemaat
(h) Dekorasi Ruangan – dekorasi pendukung tema, lighting, bunga mimbar, dsb.
6.2. Ibadah Kelompok Kecil
Dalam Kelompok Kecil, variasi ibadah yang kreatif bisa lebih leluasa dilakukan.
(a) Musik – menggunakan alat musik gitar akustik, ketipung, okulele, dsb.
(b) Pujian – WL bisa pria/wanita bergantian, atau suami-isteri bersama, disertai gerakan-gerekan profetis, dsb.
(c) Khotbah – bisa berbentuk diskusi, tanya-jawab secara interaktif, bahkan dalam bentuk game, simulasi, dsb.
(3) Doa – membentuk kelompok doa, mendoakan sebelah kanan-kirinya, doa bersama, dsb.
6.3. Pelayanan Anak
Dalam pelayanan Anak, penggunaan alat peraga merupakan suatu keharusan. Mary Go Setiawani menyatakan beberapa alas an mengapa para guru harus menggunakan sarana audiovisual:
1. Mempertahankan konsentrasi
2. Mengajar dengan lebih cepat
3. Mengatasi masalah keterbatasan waktu
4. Mengatasi masalah keterbatasan tempat
5. Mengatasi masalah keterbatasan bahasa
6. Membangkitkan emosi manusia
7. Menyampaikan suatu konsep dengan bentuk yang baru
8. Menambah daya pengertian
9. Menambah ingatan murid
10. Menambah kesegaran dalam mengajar
Berikut ini adalah beberapa macam alat peraga audiovisual yang dapat dibuat atau digunakan untuk Pelayanan Anak.
6.3.1. Gambar Alkitab (Bible Picture)
Kegunaannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan latar belakang kebudayaan yang terdapat pada tempat dan waktu yang berbeda.
2. Untuk memberikan pertanyaan kepada murid pada saat mengulang isi Alkitab.
3. Untuk mengajukan pertanyaan yang bersifat tantangan, dan memimpin murid untuk berpikir seolah-olah mereka berada dalam situasi tersebut.
4. Untuk memberi kesempatan kepada murid dalam berpartisipasi melalui diskusi terhadap gambar.
5. Untuk memudahkan murid menghafal ayat Alkitab
6. Untuk menolong murid agar dapat belajar lebih mendalam.
Contoh-contoh gambar Alkitab dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.3.2. Kliping Gambar-gambar (Daily Life Picture)
Mengumpulkan gambar-gambar dari koran/buku/majalah, kemudian digunting dan dilekatkan pada karton yang cukup tebal untuk dipakai sebagai bahan perumpamaan. Contohnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.3.3. Gambar Flanel (Flannel Picture)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan gambar flanel:
1. Guru harus memahami teori tentang flanel, dan bagaimana melekatkan gambar-gambar tersebut pada papan flanel.
2. Sebelum mengajar menyusun gambar terlebih dahulu dengan urutan yang benar.
3. Menempelkan gambar pada posisi yang tepat.
4. Penempelan gambar dilakukan selama ceritera disampaikan.
5. Menggunakan gambar yang lengkap untuk mengajukan pertanyaan sehingga dapat membantu murid untuk belajar.
6. Pada waktu aktivitas, murid boleh dibiarkan menempelkan gambar, untuk mengulang ceritera Alkitab yang sudah pernah didengarnya.
Contoh Gambar Flanel dapat dilihat pada Lampiran 5.
6.3.4. Gambar Seri Cerita (Flash Card)
Ini merupakan rangkaian cerita bergambar yang bersifat membangun. Contohnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
6.3.5. Gambar Sketsa (Freehand Drawing)
Guru dapat menggambar sketsa sederhana sambil bercerita. Namun jik atidak mahir sehingga menghabiskan banyak waktu, lebih baik alat ini tidak digunakan. Contohnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
6.3.6. Gambar Gulungan, kotak televise, kotak slide (Scroll, TV Box, Slide Box)
Gambar-gambar yang sudah siap dirangkaikan dan digulung pada dua batang kayu. Sambil bersecita gulungan dibuka perlahan-lahan.
Bisa dibuat kotak yang berbentuk televise, lalu letakkan gulungan gambar tadi dalam kotak tersebut, kemudian bercerita sambil memutar gulungan itu. Atau bisa juga melekatkan setiap lembar gambar pada kertas karton, lalu dimasukkan ke dalam kotak slide, sambil bercerita menukar gambar.
Contoh ketiga bentuk gambar dapat dilihat pada Lampiran 8.
6.3.7. Benda-benda alami (Natural Materials)
Dalam hal ini bisa digunakan misalnya: bunga, biji, garam, pelita, dan sebagainya.
6.3.8. Kotak Pasir (Sand Box)
Guru dapat membuat gambar rangkap dari latar belakang dan tokoh-tokoh Alkitab (dapat dilihat baik dari depan maupun dari belakang). Kemudian melekatkan batang lidi di antara gambar bagian depan dan belakang. Pada saat menyampaikan cerita, gambar-gambar tadi ditancapkan pada kotak yang telah diisi pasir. Sambil bercerita, tokoh-tokoh tersebut dipindah-pindahkan atau diganti-ganti sesuai dengan jalan cerita.
6.3.9. Peta (Map)
Peta dapat menolong murid yang agak besar usianya untuk mengenal geografi (ilmu bumi) Alkitab, juga supaya mereka merasakan kesungguhan isi Alkitab. Setiap kali membicarakan hal-hal yang bersangkut-paut dengan situasi ilmu bumi, sebaiknya menggunakan peta agar murid dapat mengerti dengan lebih mendalam, lebih rinci akan seluruh latar belakang ilmu bumi.
Contoh Peta Alkitab dapat dilihat pada Lampiran 9.
6.3.10. Boneka (Puppet)
Boneka dapat digunakan misalnya:
1. Pada saat mengajar menyanyi,
2. Pada saat murid menghafal ayat Alkitab
3. Dialog antara guru dan boneka dapat digunakan sebagai pengantar masuk ke dalam isi kebenaran/cerita.
4. Pementasan cerita perumpamaan oleh sekelompok orang (boneka).
Beberapa bentuk boneka dapat dilihat pada Lampiran 10.
6.3.11. Bentuk-bentuk miniatur (Models)
Guru dapat membuat bentuk-bentuk miniature dari bahan karton atau tanah liat untuk menjelaskan istilah atau konsep tertentu dalam Alkitab, misalnya: rumah Palestina, Bait Allah, Tabernakel, Peti Perjanjian, bejana, sumur, mezbah, bahtera, tempayan, kendi, dll.
6.3.12. Peralatan untuk mengajar (Teaching Tools)
Beberapa peralatan mengajar lain yang bisa digunakan antara lain: kantong tebal (pocket chart), lipatan (folded word strip chart), membuka lembaran halaman (flip chart).
Contoh alat-alat di atas dapat dilihat pada Lampiran 11.
6.3.13. Alat-alat audiovisual
Termasuk dalam alat-alat audiovisual adalah: tape recorder, DVD Player, Over Head Projector (OHP), Slide Projector, LCD Projector. Film projector, dan sebagainya.
Contoh gambar alat-alat audiovisual ini dapat dilihat pada Lampiran 12.
Di samping pelbagai alat peraga di atas, anak-anak bisa memahami pelajaran Alkitab melalui permainan (game), misalnya: menggunakan kartu (domino rohani, kuartet rohani, dsb.), papan karton (monopoli rohani, ular tangga, dsb).
6.4. Pelayanan Remaja dan Pemuda
Remaja dan Pemuda yang dikenal sebagai generasi yang dinamis membutuhkan pelayanan yang kreatif. Beberapa bentuk kreatifitas pelayanan remaja dan pemuda antara lain sebagai berikut:
6.4.1. Puisi
Dalam Alkitab terdapat banyak puisi. Salah satu kelompok kitab-kitab dalam Alkitab adalah kelompok kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama, yaitu: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, dan Kidung Agung. Di samping itu masih banyak puisi bertebaran dalam Alkitab.
Dalam Alkitab juga ada puisi akrostik, yaitu puisi yang memiliki cirri khusus, di mana huruf pertamanya berasal dari abjad, misalnya Mazmur 119.
Dalam sejarah gereja pun, banyak puisi yang ditulis dan menjadi lirik lagu-lagu himne.
Berikut ini adalah sebuah contoh pusi Kristen yaitu “Footprints on the sand” yang terkenal itu dengan terjemahannya:
FOOTPRINTS
One night I dreamed a dream. I was walking along the beach with my Lord.
Across the dark sky flashed scenes from my life.
For each scene, I noticed two sets of footprints in the sand, One belong to me and one to my Lord.
When the last scene of my life shot before me, I looked back at the footprints in the sand. There was only one set of footprints. I realized that this was the lowest and the saddest times of my life. This always bothered me and I questioned the Lord about my dilemma. ‘Lord, You told me when I decided to follow, You would walk and talk with me all the way. But I’m aware that during the most troublesome times of my life, There is only one set of footprints. I just don’t understand why, when I need You most, You leave me.’ He whispered, ‘My precious child, I love you and will never leave you never, ever, during your trials and testings. When you saw only one set of footprints, It was then that I carried you.’
Terjemahan:
JEJAK-JEJAK KAKI Suatu malam aku bermimpi Aku berjalan di tepi pantai dengan Tuhan Di bentangan langit gelap tampak kilasan-kilasan adegan hidupku Di tiap adegan, aku melihat dua pasang jejak kaki di pasir Satu pasang jejak kakiku, yang lain jejak kaki Tuhan. Ketika adegan terakhir terlintas di depanku Aku menengok kembali pada jejak kaki di pasir. Di situ hanya ada satu pasang jejak. Aku mengingat kembali bahwa itu adalah bagian yang tersulit Dan paling menyedihkan dalam hidupku. Hal ini menganggu perasaanku maka aku bertanya Kepada Tuhan tentang keherananku itu. “Tuhan, Engkau berkata ketika aku berketetapan mengikut Engkau, Engkau akan berjalan dan berbicara dengan aku sepanjang jalan, Namun ternyata pada masa yang paling sulit Dalam hidupku hanya ada satu pasang jejak. Aku tidak mengerti mengapa justru pada saat aku sangat membutuhkan Engkau, Engkau meninggalkan aku?” Tuhan berbisik, “Anakku yang Kukasihi Aku mencintai kamu dan takkan meninggalkan kamu Pada saat sulit dan penuh bahaya sekalipun. Ketika kamu melihat hanya ada satu pasang jejak , ltu adalah ketika Aku menggendong kamu.”
6.4.2. Majalah Dinding
Majalah dinding (mading) dapat menjadi sarana penyaluran ide para pemuda dan remaja, khususnya yang punya bakat tulis-menulis, jurnalistik dan publisistik. Majalah dinding bisa memuat berita terkini, foto-foto kegiatan pelayanan, artikel, tips, dan sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah kontinyuitasnya.
6.4.3. Parodi
Parodi adalah “karya seni (sastra) yang dengan sengaja menirukan gaya atau pencipta lain dengan maksud mencari efek kejenakaan.” Misalnya mengambil kisah Nehemiah kemudian diparodikan. Yang perlu diperhatikan di sini adalah jangan sampai kejenakaan atau humor yang ditimbulkan mengaburkan pesan yang hendak disampaikan. ( to be continue..... )