7 Feb 2011

Johann Gutenberg Membuat Alkitab Cetak yang Pertama

Selama Abad Pertengahan, tidak banyak orang memiliki Alkitab atau buku-buku apa pun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran-lembaran papyrus atau kertas kulit hewan. Biaya bagi bahan maupun waktu penyalinannya adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai orang-orang biasa, bahkan mengharapkan buku yang mungkin dia butuhkan tersedia.

Tidak banyak orang yang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, dan buku-buku umumnya – termasuk Alkitab – hanya tersedia dalam bahasa Latin, bahasa yang
dimengerti hanya oleh segelintir orang. Orang-orang awam bergantung pada imam setempat dan lukisan-lukisan atau patung-patung di gereja untuk informasi mengenai Alkitab. Acap kali imam setempat kurang atau sama sekali tidak terlatih dalam bahasa Latin, dan pengetahuannya tentang Alkitab sangat minim. Meskipun para sarjana berdebat tentang Alkitab dan menulis ulasan-ulasan, namun pemikiran mereka agak sukar ditelaah oleh orang-orang Kristen awam pada umumnya.

Salah satu perubahan besar pada abad kelima belas mempunyai dampak besar pada keadaan ini. Pada tahun 1440-an, Johann Gutenberg bereksperimen dengan keping-keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dengan menyusun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan jumlah dana yang jauh lebih kecil daripada salinan tangan.

Pada tahun 1456 Gutenberg — atau sekelompok orang termasuk dia — mencetak 200 salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata. Orang biasa masih belum dapat memahami firman Allah, tetapi ini adalah langkah pertama suatu revolusi besar.

Untuk sementara para pakar percetakan Mainz ini merahasiakan teknik Gutenberg sebagai rahasia perusahaan. Namun menjelang tahun 1483, tatkala Martin Luther lahir, setiap negara di Eropa memiliki sekurang-kurangnya satu percetakan. Dalam tempo lima puluh tahun sejak pencetakan Alkitab pertama oleh Gutenberg, percetakan-percetakan telah mencetak jauh melebihi salinan-salinan yang dihasilkan para biarawan berabad-abad lamanya. Buku-buku bermunculan dalam sejumlah bahasa, dan orang yang melek huruf bertambah.

Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan Reformasi memakan waktu lebih lama untuk dicapai. Selama hanya para rohaniwan yang dapat membaca firman Allah dan membandingkannya dengan ajaran gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.

Dengan penemuan percetakan ini, Luther dan para reformator lainnya dapat menyampaikan firman Allah kepada "setiap bocah pembajak (ladang) dan gadis pelayan". Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman yang baik dan mudah dibaca, yang digunakan berabad-abad lamanya. Tidak lagi seorang imam, paus atau konsili yang menjadi perantara bagi orang percaya dan pemahaman Alkitabnya. Meski banyak yang menyatakan bahwa tidak semua orang dapat mengerti firman Allah tanpa dijelaskan oleh para gerejawan, orang-orang Jerman itu mulai melakukan hal itu.

Ketika mereka membaca, orang-orang biasa ini mulai meresapi dunia Alkitab yang dramatis. Kegiatan-kegiatan iman di rumah-rumah tangga sudah dimungkinkan. Perlahan-lahan tembok antara pastor dan jemaat mulai runtuh. Daripada cemas akan "Apa yang harus saya akui kepada seorang imam?," orang percaya dapat bertanya, "Apakah hidup saya sesuai dengan ajaran Alkitab?"

Dengan penemuan alat cetak yang rumit ini, maka tersulutlah api di seluruh Eropa, yaitu api yang menyebarkan Injil dan yang membuat orang melek huruf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar