7 Feb 2011

George Whitefield, Peniru Gerak-gerik Pendeta

"Saudara-saudara yang kekasih, dengarlah kata-kata yang keluar dari mulut saya. Saya membawa pesan Allah Yang Maha kuasa". Orang-orang yang berkumpul di kedai minuman itu tertawa terbahak-bahak. Bagus, Nak! Bagus! teriak seorang pria gemuk pendek sambil mengangkat gelas birnya.
"Seandainya aku tidak melihatmu, Nak, aku mungkin tertipu," kata seorang langganan lainnya. "Kukira Pendeta Cole tua yang membentak-bentak di kedai minuman ibumu."

George Whitefield muda, yang baru berumur lima belas tahun itu, melakukan tipuannya yang paling disukai, yaitu meniru-niru Bapak Cole, pendeta Southgate Chapel di Gloucester, Inggris. Meniru-niru pendeta di daerahnya telah menjadi suatu hiburan yang dilakukannya tiap-tiap malam sementara ia mengurus kedai itu untuk ibu dan ayah tirinya. Bakat George Whitefield dalam hal meniru-niru dan bermain sandiwara itu terkenal di daerahnya. Di sekolah ia selalu disuruh mengucapkan pidato apabila bapak walikota mengadakan kunjungan tahunannya. Kadang-kadang ia membolos dari sekolah beberapa hari berturut-turut untuk latihan sandiwara.

Ketika ia mencapai umur lima belas tahun, ia berhenti sekolah. Ibunya mengatakan bahwa ia diperlukan untuk membantu di kedai keluarganya itu. Demikianlah pemuda yang kelak kemudian hari menjadi penginjil yang terkenal di dunia itu menghabiskan waktunya tiap-tiap sore dan tiap-tiap malam dengan mengepel lantai, menghidangkan bir dan meniru-niru Bapak Cole, sang pendeta.

Pada suatu malam, George dan teman-temannya masuk serta mengganggu kebaktian yang dipimpin oleh pendeta itu. Dengan berteriak-teriak, "Bapak Cole Tua! Bapak Cole Tua!" anak-anak lelaki itu hampir mengubah kebaktian itu menjadi kekacauan. Apa yang tidak diketahui oleh teman-teman George dan langganan-langganan kedai itu ialah, bahwa di dalam hatinya George sungguh-sungguh tertarik akan khotbah-khotbah Bapak Cole. Seringkali setelah kedai minuman itu ditutup, pemuda itu duduk sampai jauh malam membaca Alkitab.

Pada suatu hari seorang temannya mampir ke kedai itu menyarankan agar George memikirkan untuk pergi ke Oxford. "Kamu dapat melanjutkan pendidikanmu dengan bekerja keras." George berkonsultasi dengan ibunya, dan disetujui bahwa ia hendaknya kembali ke sekolah serta menyelesaikan pelajaran-pelajarannya agar memenuhi syarat untuk masuk ke universitas.

Ketika pelayan kedai yang masih muda itu akhirnya sampai di Oxford, ia bertemu dengan John dan Charles Wesley. Kedua bersaudara itu telah membentuk Perkumpulan Suci yang disebut oleh mahasiswa-mahasiswa yang suka mengejek sebagai: 'Perkumpulan Orang Saleh', 'Kutu-kutu Alkitab', 'Fanatik-fanatik Alkitab', dan paling sering 'Kaum Metodis' karena acara kebaktian yang rutin dan teratur yang mereka ikuti. Tetapi George tertarik oleh kebiasaan-kebiasaan agama yang sangat ketat dan ibadah yang dipatuhi oleh kedua bersaudara Wesley. Dalam tahun yang kedua di Oxford, ia menjadi anggota perkumpulan itu, serta bersumpah akan hidup sesuai dengan peraturan itu.

Ia berpuasa serta berdoa sama salehnya seperti anggota-anggota Perkumpulan Suci lainnya. Tetapi alangkah kecewanya, ia tidak menemukan damai di dalam jiwanya. Charles Wesley meminjamkan sebuah buku kepadanya, yang berjudul Kehidupan Allah di dalam Jiwa Manusia. Ajaran-ajaran dalam buku itu seolah-olah merupakan berkas-berkas cahaya yang menyinari hati pemuda Whitefield. "Allah telah menunjukkan kepadaku bahwa agama yang benar merupakan kesatuan jiwa dengan Allah, dan Kristus menyatakan diri dalam hati kita," Whitefield menulis kemudian.

Dalam mencari agama yang benar ini, George Whitefield membiasakan dirinya berdoa dengan tekun. Tiap-tiap malam ia mengeluh dan mengerang di tempat tidurnya, sambil memerintahkan iblis agar pergi dari padanya. Ia mencoba hidup dengan menahan lapar dan memberikan hampir semua uangnya kepada orang miskin. Ia memakai sarung tangan wol yang kasar, pakaian yang penuh tambalan dan sepatu kotor. Akhirnya, karena ia mencari kesatuan dengan Allah secara terburu-buru dan dipaksakan, ia menjadi sakit. Kemudian pada suatu hari ia ingat bahwa pernyataan Yesus akan rasa haus-Nya terjadi pada saat Ia tergantung di salib. Penderitaan-penderitaannya hampir berakhir, tiba-tiba Whitefield yang masih muda itu menjatuhkan dirinya di tempat tidur. "Aku haus! Aku haus!" teriaknya.

Kemudian ia bersaksi mengenai apa yang dialaminya. "Tidak lama setelah itu, aku merasa dalam diriku bahwa aku dibebaskan dari beban. Perasaan duka telah diangkat dari dalam diriku, dan aku tahu apa yang menyebabkan aku sungguh-sungguh bersukacita di dalam Allah penebusku."

Baru setahun kemudian, Whitefield menyampaikan khotbahnya tentang doktrin 'kelahiran baru'-nya di gereja-gereja terbesar di kota London. Seluruh Inggris segera menjadi gempar mendengar pengkhotbah muda yang bersuara emas itu. Atas undangan Wesley bersaudara, Whitefield perge ke Amerika. Ia memimpin kebangunan rohani yang dramatis di Georgia. Ketika kembali ke Inggris, ia mendapatkan dirinya lebih terkenal daripada sebelumnya. Pada saat gereja negara yang merasa dipermalukan itu menutup pintu baginya, Whitefield pindah ke lapangan-lapangan dan berkhotbah kepada orang banyak yang berjumlah tiga puluh ribu atau lebih. Banyak pendengarnya mengalami kelahiran baru.

Ia pergi kembali ke Amerika. Pelayanannya demikian berhasil, sehingga bahkan Bernyamin Franklin yang skeptis itu menyatakan, "Rupa-rupanya seluruh dunia menjadi saleh." George Whitefield baru saja berumur dua puluh enam tahun pada waktu itu. Whitefield berkhotbah selama tiga puluh tahun lagi kepada kumpulan banyak orang. Ia bolak-balik menyeberangi Atlantik. Ia terus berdoa bagi mereka yang belum mau memperdulikan panggilan Kristus.

Pada tahun 1770, ia meninggal dunia ketika sedang berkhotbah. Ia sangat lelah dan tidak memperdulikan dirinya lagi. Ketika sedang berkhotbah, ia berbalik sambil mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Aku lelah, ya Tuhan!" kemudian Whitefield meninggal di atas mimbar. Lord Bolingbroke, bangsawan yang skeptis itu, menyebut dia 'Orang yang paling luar biasa pada jaman kita.'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar