Khotbah

1. Membuat Allah Heren
    Nats : Lukas 7 : 1 - 10 

Membuat manusia heran akan kuasa Allah adalah hal yang biasa, namun membuat Allah heran adalah suatu hal yang luar biasa.Yesus heran akan sikap perwira itu karena sikapnya yang merupakan sikap Kerajaan Allah. Ada dua jenis keheranan, yaitu yang negatif dan positif. Yang negatif adalah jika ada seseorang yang selalu datang beribadah ke gereja, namun orang ini tidak mengalami pembaharuan di dalam hidupnya, hatinya degil dan tidak taat perintah. Akibatnya orang-orang yang melihatnya menjadi heran atas kekerasan hatinya. Sedangkan keheranan yang positif adalah ketika seseorang sedang berada di dalam masalah dan tekanan, namun tetap beriman dan setia beribadah kepada Tuhan. Kita menjadi heran dan kagum akan ketekunannya mencari Tuhan. Bagaimanakah kita dapat membuat Allah heran adalah:

1. Milikilah iman dan sikap hati yang mengasihi dan menghargai.
Lukas 7:2, "Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Perwira tersebut tidak meremehkan budaknya, namun dia menghargainya dan mengasihinya, meskipun dia memiliki hak dan kesempatan untuk menindas, namun perwira ini tidak melakukannya. Sebagai murid-murid Kristus kita harus perduli kepada orang yang tertindas dan miskin. Baca Amsal 19:17, "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu". Bandingkan Lukas 6:27, 35, agar kita mengasihi musuh dan berbuat baik kepada siapa pun tanpa mengharapkan balasan. Jangan hanya bersikap baik dan pilih kasih kepada orang-orang yang berpangkat dan terpandang saja, namun juga kepada pembantu, karyawan dan orang biasa.

2. Milikilah iman dan sikap hati yang mengasihi bangsa-bangsa dan jiwa-jiwa.
Ayat 5a: "Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita…" Perwira Romawi ini mengasihi bangsa Yahudi, meskipun mereka berlainan suku bangsa dan bahkan merupakan bangsa jajahan dari bangsa Romawi. Kalau kita mengasihi jiwa-jiwa dan bangsa lain, maka kita akan mengalami dampaknya yaitu damai sejahtera dan ketenangan akan dicurahkan atas bangsa kita. Lihat Yesaya 32: 15-17, "…Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Bangsaku akan diam di tempat yang damai, di tempat tinggal yang tenteram …." Dan Yeremia 29:7 "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraan.

3. Milikilah iman dan sikap hati untuk pekerjaan Tuhan.
Ayat 5b: "….dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami." Menjadi suka rela berkorban dan memberi untuk pekerjaan Tuhan. Jadikan apa yang kita miliki itu untuk menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan, sama seperti perwira Romawi itu, yang memiliki kuasa dan kekayaan.

4. Milikilah iman dan sikap hati yang percaya kepada firman Tuhan. 
Ayat 7, 8: "Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, …"

Perwira itu tidak memiliki keraguan sedikit pun terhadap firman Tuhan, meskipun situasinya genting. Biasanya ketika berada dalam kondisi dan situasi yang sulit, orang-orang cenderung melupakan Tuhan karena tekanan masalahnya itu. Namun, sebagai orang percaya, hendaklah kita tetap mempercayai Tuhan, apa pun kondisi kita, sama seperti sikap perwira Romawi itu.
Oleh : Pdt. Samuel Duddy
(Ringkasan khotbah ini belum di periksa oleh pengkhotbah)    


2. Pelayanan : Keharusan Atau Alternatif ??
    Nats : Yohanes 4 : 1 - 10, 27 - 34

Bagian firman yang akan kita selidiki hari ini adalah tentang percakapan Tuhan Yesus de­ngan perempuan Samaria yang dilatarbelakangi oleh peristiwa yang di­ca­­tat dalam ayat 1-2. Di­ka­takan disitu bahwa orang-orang Farisi telah mendengar bah­wa Yesus membaptis dan men­da­pat­kan murid lebih banyak daripada Yohanes Pem­bap­tis sekalipun bukan Ia sendiri yang mem­bap­tiskannya. Dengan kata lain, sebenarnya wak­­­­tu itu Yesus sendiri sedang “merasakan” adanya sa­tu ancaman karena seka­rang me­re­­­­ka tahu bahwa Tuhan Yesus lebih populer dan ini meru­pa­kan sesuatu yang sangat ba­ha­­­­ya, karena jauh lebih radikal dalam hal pengajarannya bahkan lebih “gila-gilaan.” Mi­­­salnya kalau Yohanes mengadakan KKR, paling tidak ia masih menunjukkan ci­ri se­­orang yang spiritual (berpuasa) sekalipun ia dengan keras juga menegur ahli Taurat dan orang Fa­risi, tetapi Yesus yang bukan dari keluarga imam seperti Yohanes Pem­bap­tis, “hi­dupNya tidak le­bih baik” ka­re­na se­per­­ti pendeta yang mau diundang makan sekali­pun oleh orang berdosa (da­lam bahasa mo­­dern). Maka dengan pengertian ini, kebencian me­reka terhadap Yesus memuncak dan dalam keadaan itu maka dikatakan Tuhan Yesus menyingkir dari Yudea ke Galilea.

Namun dalam ayat 4 dikatakan bahwa Ia “harus” melintasi daerah Samaria. Di­­si­ni kata “ha­rus” tidak bersifat praktikal, tetapi sangat bersifat teologis karena ini me­­nyang­­­kut rencana Bapa yang harus dikerjakan oleh Kristus di dalam kondisi yang se­per­­ti apapun. Alasannya ada­lah:
1. Orang Yahudi mempunyai tradisi tidak akan pernah mau melintasi daerah Samaria. Sebab di­atara keduanya sudah terjadi akar permusuhan yang turun-temurun dan sejarahnya cukup pan­jang, + 700 th lamanya. Pada mulanya, ke­­­rajaan Israel dihancurkan kerajaan Asyur dan mereka mu­lai menyebarkan orang Is­ra­el ke berbagai negeri sehingga penduduk Samaria hanya tinggal be­be­rapa persen. Aki­bat­nya mereka yang tinggal, membaur dengan bangsa lain dan muncullah bang­sa Sa­ma­ria. Setelah kerajaan Yahudi dihancurkan oleh Nebukadnesar (Ker. Babel) dan me­nga­­lami pembuangan, maka 70 tahun kemudian bangsa Israel yang mengalami pem­bu­angan di­ijin­kan kembali ke negerinya, (peristiwanya + su­dah 500 tahun SM). Mereka yang di­ijinkan kem­bali ke Yerusalem, men­coba membangun kembali tembok Yerusalem dan ba­it Allah, namun yang men­jadi peng­halang bagi mereka adalah bangsa Samaria. Oleh se­bab itu bangsa Yahudi sangat ben­­­ci pada orang Samaria, demikian bencinya sehingga da­lam doanya mereka me­nga­ta­kan, “Ya Tuhan, pada waktu kami berhak menerima ke­mu­liaan dari padaMu, ja­ngan­lah Engkau mengingat Sa­maria.” Dan demi supaya mereka ti­dak melewati dae­rah Samaria, me­reka rela menempuh per­ja­lanan 4 hari lebih lama. 
2. Saat itu dikatakan kira-kira pukul dua belas siang, Yesus dalam keadaan sa­­­ngat le­tih oleh perjalanan, karena itu Ia “ndeprok” di pinggir sumur itu (duduk karena su­­dah ti­dak dapat me­nahan kondisi yang sangat letih sehingga tidak lagi mem­per­hi­tung­kan tem­pat itu layak atau ti­dak untuk ber­is­ti­rahat). Selain itu keletihanNya ditambah kon­­disi emosi yang mungkin tegang ka­re­na tahu bahwa orang Farisi semakin mem­ben­ci­­Nya. Sekalipun Allah 100%, tetapi Alkitab se­ca­ra jelas menegaskan bahwa Ia dapat me­ng­alami keletihan, ketakutan, dan pada “saat tertentu ku­rang dapat me­ngon­trol emo­si­­­Nya (ketika mengobrak-abrik bait Allah), dan itu sangat manusiawi.” Te­tapi justru da­lam ke­adaan inilah kemudian datang seorang perempuan Samaria dan Ia ber­bin­cang-bin­­cang dengannya. Disinilah Yesus melakukan terobosan: pertama, Ia me­la­ku­kan tin­da­k­an yang kontroversial dengan me­lintasi Samaria. Ke­dua, Ia berbicara dengan pe­rem­pu­­­­an Sa­ma­ria. Orang Yahudi laki-laki yang terhormat tidak sepatutnya ber­bicara de­­ngan wanita terutama yang ti­dak dikenal. Apalagi Yesus ada­lah Rabi yang me­nu­­­rut hu­kum­, haram berbicara dengan wanita di­de­­pan umum. Ketiga, orang Ya­­hu­di ti­dak ber­gaul dengan orang Samaria sedangkan Yesus ber­bi­ca­ra dengan mereka (wa­nita pe­la­cur). Yesus ta­hu bahwa pada waktu Ia melintasi Samaria, Allah Bapa­Nya akan mem­­­per­­­­te­mu­kan dengan ob­jek pelayanan yang seperti itu. Dengan meng­abai­kan se­­mua ke­le­tih­an, resiko dan alasan apapun yang dapat di­ka­ta­kanNya pada saat itu untuk ti­dak me­­­­la­yani, Ia justru bertindak sebaliknya. Disi­ni­lah, jikalau se­seorang menyadari bah­­­wa ke­ha­rusan dari­­pada Allah itu sedang ter­jadi dan dinyatakan da­lam hi­dup­nya ma­ka orang itu akan meng­abai­kan segala sesuatu yang menjadi kendala se­ca­ra pri­ba­di. Sehingga dalam hal ini se­be­narnya ada be­berapa hal yang ap­likatif yang dapat ki­ta pikirkan. Pada waktu kita menyadari bahwa melayani adalah satu keharusan yang ber­si­fat teo­lo­gis maka kita tidak perlu lagi berpikir tentang apakah situasinya aman atau ti­dak. Melayani da­lam situasi tidak aman bukan berarti membabi buta, tetapi dalam kea­da­­an tidak aman bagaimana ki­ta dengan bijak tetapi melayani, ini pointnya! Seperti da­lam Mat 10:16, ka­lau kita mencoba meng­hayati seekor domba di tengah-tengah serigala yang me­nge­ri­kan, itulah kondisi kita se­be­nar­nya. Itu sebabnya Tuhan Yesus dalam ka­li­mat itu me­lan­jutkan, “Sebab itu hendaklah kamu cer­dik seperti ular dan tulus se­per­ti mer­­­­pa­ti,” dimana artinya sama abstraknya dengan kalimat di­atasnya. Yang lebih kon­krit bagi orang percaya adalah licik seperti ular dan jinak-ji­nak merpati, da­lam arti wak­­­tu aman melayani berkobar-kobar tetapi wak­tu bahaya ti­dak ada yang mau me­la­yani. Mari kita belajar dari Yesus yang tahu bahwa pelayanan itu adalah soal ke­harusan da­­lam kon­disi se­per­­ti apapun.
3. Hal ketiga pada waktu kita berbicara bahwa pelayanan adalah soal ke­ha­rus­an, itu se­sungguhnya sedang berbicara tentang bagaimana kita secara sungguh-sung­guh me­la­­kukan pe­la­yanan itu. Seorang yang melayani bukan berarti harus memberikan se­­lu­­ruh waktunya untuk me­la­yani Tuhan. Dalam arti, sekalipun misalnya “hanya seba­gai guru se­kolah minggu” kita me­layani de­ngan kesungguhan. Saya memberi contoh dan menga­ta­kan “hanya” gu­ru sekolah minggu ka­re­na gereja seringkali punya konsep yang ke­li­ru ten­­tang se­kolah minggu. Seringkali Persekutuan Re­maja di­ang­gap se­ba­gai anak tiri dan Se­­­kolah Minggu dianggap cucu tiri sehingga tempat ber­ibadah sekaligus me­rupakan gu­dang mereka padahal mereka lebih membutuhkan keadaan kelas yang men­dukung kon­sen­trasi mereka yang mungkin hanya be­berapa menit. Tetapi jikalau se­orang yang me­nya­dari bahwa itu merupakan pe­layanan yang karena keharusan maka ia akan men­jadi gu­ru sekolah minggu dimana ingin selalu memberikan yang terbaik bagi mu­­rid-mu­rid­nya. Ka­rena secara hakekat, ia menyampaikan sebuah khotbah ke­pa­da anak-anak de­ngan wadah se­bu­ah cerita. Tuhan Yesus melakukan hal yang seperti ini. Itu sebabnya dalam keadaaan yang be­gitu le­tih Yesus jus­tru mengabaikan semuanya dan melayani perempuan yang hanya seorang sam­­­pah mas­ya­ra­kat (bdk. dengan Luk 5). Terkadang dalam melayani, kita lebih mudah lang­sung me­ng­e­luarkan uang daripada memberikan waktu kita untuk melayani.
4. Seseorang yang menyadari bahwa pelayanan adalah keharusan dari Tuhan ma­­ka ia tidak lagi melihat objek yang dilayani adalah yang se­per­­ti apa. Memang kita de­ngan latar be­la­kang, kebiasaan dan kepekaan ma­­sing-masing, lebih mudah terbeban pa­da bidang pelayanan ter­ten­tu tetapi ada saat-saat tertentu dimana Tuhan mem­­berikan pa­da kita satu bentuk pe­la­yan­an yang mungkin sama sekali berbeda de­ngan beban dan tu­gas pelayanan kita. Dalam Injil Matius Tuhan Yesus per­­nah berkata, “Anak manusia di­­­­utus di­ka­langan domba-domba yang terhilang dari o­rang Yahudi.” Dengan kata lain prio­­­ritas pelayanan Tuhan jelas di kalangan o­rang Ya­­hudi saja se­hingga pernah mung­kin “dengan be­gitu ketus” Tuhan Yesus berkata kepada se­­orang pe­rem­puan Siro-Fe­ni­sia bah­­wa tidak baik dan tidak boleh memberikan ma­kan­­an yang seharusnya di­be­ri­­kan ­­pa­­da seorang anak kepada anjingnya. Tetapi se­ka­li­pun demikian ketika keharusan da­ri­­pa­­da Allah Bapa harus membawa Ia melayani hanya kepada seorang perempuan Sa­ma­­ria yang bah­kan seorang pelacur, maka Kristus meng­abai­kan keletihan, resiko dan be­ban uta­manya untuk me­­la­­yani. Melayani bukan soal, apa yang kita suka dan menjadi be­­ban ba­gi kita tetapi me­­layani ada­lah soal apakah yang Tuhan minta untuk kita ker­ja­kan. Yunus pernah tidak me­ma­­­hami hal ini di­mana sebagai seorang nabi ia terus me­la­yani dan menyampaikan nubuat di­­­tengah bangsanya dan digenapi. Namun ketika Tuhan se­­­ca­ra jelas me­nga­ta­­­kan bahwa ia harus pergi ke Niniwe, ia me­nolak bahkan ketika se­lu­­­ruh orang di kota Niniwe bertobat, ia ti­­dak bersukacita tetapi justru jeng­kel karena ia le­­­bih se­­nang kota itu hancur sebab mereka adalah musuh Israel. Saudara, mung­kin da­lam saat seperti ini kita harus mencoba berpikir keluar dari tem­­bok yang selama ini me­n­­­jadi dunia kita dan memberikan kenyamanan kepada kita. 
Sewaktu di SMA saya mempunyai beban pelayanan kepada orang yang saya ra­­­sa se­dang hidup dalam kekurangan namun baru pada dua tahun ter­­akhir ini saya mem­punyai ke­sem­pat­an melayani mereka. Dengan beberapa rekan saya melayani salah sa­tu­nya tukang parkir di Sta­siun Gam­bir. Disaat-saat itu kami hanya menjadi teman me­ngobrol dan kadang membawa ro­ti ba­gi mereka, walaupun di tempat tersebut sangat bau dan tidak nyaman untuk me­ngo­­brol. Akhir­nya bebe­rapa bulan kemudian, ka­mi mu­lai mencoba me­ngajarkan Firman dan me­nawarkan ke se­kolah minggu. Namun timbul prob­lem baru di­mana kami harus me­­mandikan mereka satu-per­sa­tu selama dua jam dan mem­belikan mereka masing-ma­sing kaos untuk dipakai. Satu minggu ke­mudian ketika ka­mi menjemput me­­reka, ka­os itu sudah kotor dan bau karena dipakai selama sa­tu ming­­gu sedangkan baju lama me­re­ka buang. Itulah mereka, da­lam banyak hal kita me­nga­­lami kesulitan te­tapi kapan lagi ki­ta dapat me­layani orang seperti ini? Pa­da saat se­per­­ti itu saya ber­­sy­u­kur kalau Tuhan me­­­ngi­ngat­kan kembali pada beban yang lama. Pa­da waktu se­se­orang me­nyadari ke­ha­rus­an pelayanan, kita mulai melihat ada sesuatu yang belum per­nah terpikirkan, Tuhan bu­kakan pada kita bentuk pela­yan­an yang baru. Ma­ri kita mu­lai belajar menyatakan ke­per­du­lian kepada orang-orang yang seolah-olah be­gitu kecil dan tidak ada artinya, se­per­ti seorang pe­rempuan pelacur Sa­maria. Kita ti­dak boleh melupakan bahwa me­reka juga mempunyai gambar Allah dimana kita harus me­nyatakan kasihan dan keperdulian. Itu sebabnya Tuhan Yesus pada wak­tu datang dan me­layani dia, Ia menyatakan bahwa Ia akan memberikan air hidup, sekalipun ia se­orang pe­­lacur namun tetap memiliki hak­ untuk men­da­pat­­kannya. Mereka miskin secara harta na­­mun belum tentu moralnya semiskin orang-orang kaya yang kita hormati.
Ketika seseorang menyadari bahwa pelayanan adalah suatu keharusan yang da­ripada Tuhan maka ia dapat menyatakan bentuk keperdulian ba­ik berupa hal-hal yang ber­sifat jasmaniah mau­pun religius termasuk orang-orang yang di­anggap sampah mas­ya­rakat dan tidak perlu di­per­du­likan. Oleh sebab itu, ketika ak­hir­nya perempuan itu ber­tobat dan meninggalkan tempayannya un­tuk masuk kekota, mem­bawa banyak orang da­tang kepada Yesus. Dan pada saat yang sama mu­rid-murid Yesus sudah datang de­ngan membawa makanan. Itu kesempatan bagi Yesus untuk ber­­is­­tirahat, makan dan mi­num namun Ia berkata kepada murid-muridNya, “Ada padaku ma­­kanan la­in yang eng­kau tidak mengerti yaitu melakukan dan menyelesaikan pe­ker­ja­an yang Allah Bapa per­­ca­yakan kepadaNya.” Karena Ia tahu keharusan ini bukan ke­ha­rus­­an yang bersifat prak­ti­kal yang dapat ditunda kapan saja tetapi merupakan keharusan te­o­­logis yang saat itu ju­ga harus di­ker­­jakan, sebab akan ada saat dimana ke­sem­pat­an itu sudah tidak akan ada. Melakukan pe­ker­ja­­an Bapa adalah keharusan bagi kita, maka bo­leh ada hal-hal prak­tis yang kita lakukan supaya ken­dala itu tidak menjadi alasan yang berlebihan dan ak­hir­nya kita tidak me­la­yani sama sekali. Kiranya firman ini boleh menjadi berkat bagi se­ti­ap kita. Amin. ?
Oleh : Rev.Yung Tik Yuk
(Ringkasan khotbah ini belum di periksa oleh pengkhotbah)   


3. Anugerah Kristus
    Nats : Efesus 2 : 4 -7

Di dalam ayat ini, Tuhan memberikan jawaban bagi dunia yang tidak memiliki jawaban. Dari sisi manusia tidak ada satupun cara yang bisa dipakai oleh manusia untuk menyelamatkan diri. Namun demikian, Tuhan melalui firmanNya telah memberikan solusi yang melampaui pemikiran manusia. Jawaban Tuhan bagi manusia adalah hanya karena anugerah atau kasih karunia kita diselamatkan (ay 5). Efesus 2:5 mengatakan, "Oleh kasih karunia kamu diselamatkan …." Kalimat inilah yang menjadi jawaban bagi dunia. Firman Tuhan ini menjadi satu pegangan bagi iman Kristen bagaimana manusia bisa diselamatkan. Disini doktrin Kristen berpijak pada belas kasihan Allah. Dalam ayat ini menggunakan kata rahmat. Kata rahmat dari kata eleos menunjukkan orang yang melihat sesamanya dalam keadaan papa yang tidak ada pengharapan lalu muncul tangisan belas kasihan dan tekad untuk mau menolong. Inilah rahmat. Rahmat inilah yang melandasi tindakan penyelamatan Allah bagi manusia yang sudah tidak ada pengharapan dan sudah mati karena dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggarannya.
Jadi, disini kunci pertama adalah kesadaran kita mengerti rahmat yang melandasi konsep anugerah. Konsep anugerah ini sangat penting bagi kita dimana dewasa ini banyak orang mengerti doktrin anugerah secara sebelah pihak dan sebagai akibatnya banyak orang yang menghina anugerah. Doktrin anugerah adalah doktrin yang penting sekali, namun sayangnya kita hanya mengerti satu sisi tetapi tidak mengerti sisi yang lain. Tidak heran banyak orang mengatakan enak menjadi orang Kristen karena kita bisa berbuat dosa semaunya karena menganggap keselamatan adalah anugerah. 
Itu sebabnya, kita perlu mengerti anugerah dengan benar dan mengerti alasan Allah memberi anugerah. Di dalam Efesus 2:4 mengatakan, "Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat (belas kasihan), oleh karena kasihNya yang besar dilimpahkanNya kepada kita,…." Allah tidak dapat melihat orang yang di dalam keadaan papa tanpa pengharapan. Inilah yang mendorong Dia untuk mengasihi dengan kasih yang terbesar berada di luar kemampuan yang manusia dapat lakukan. 
Disini kita melihat ada dua sistem atau dua basis sifat Allah yang melandasi doktrin anugerah. Dua sifat Allah ini harus di mengerti secara total baru kita bisa mengerti anugerah secara tepat. Pertama, manusia betul-betul dalam keadaan papa dan tidak berpengharapan sama sekali. Efesus 2:4 dikatakan "Manusia benar-benar berada dalam kondisi yang memerlukan rahmat." Dan Allah yang penuh rahmat itulah yang harus mengulurkan tangan. Jadi kunci pertama mengerti anugerah adalah kesadaran bahwa saudara dan saya adalah orang-orang yang di dalam keadaan tanpa pengharapan. Seorang yang sadar bahwa dia tidak memiliki kemampuan yang bisa dia kerjakan untuk mendapatkan keselamatan. Orang-orang seperti inilah yang disebut orang yang remuk hatinya, yang putus pengharapan. Kita adalah orang-orang yang seharusnya dimurkai. Kita tidak mempunyai kesempatan apapun untuk mendapatkan keselamatan. Itulah titik dimana kita mulai bersentuhan dengan anugerah Allah. Banyak orang Kristen tidak pernah mengerti anugerah karena di dalam hati dia mengatakan perlu Tuhan Yesus tetapi bagaimanapun dia merasa masih cukup baik. Jika kita menjadi orang Kristen tetapi tidak mengerti betapa fatalnya dosa, maka kita tidak memiliki kesadaran akan pengertian anugerah secara tepat. Paulus adalah orang yang sadar akan hal ini. Itu sebabnya di dalam Ef 2:3 mengatakan, "Pada dasarnya kami adalah orang yang harus dimurkai sama seperti mereka yang lain." 
Disini Paulus mencoba melihat dari dua sisi: Pertama, apa yang Allah kerjakan dan kedua, manusia itu sebenarnya siapa. Saya adalah orang yang harus dimurkai dilain sisi Allah yang kaya rahmat memberikan rahmat. Allah yang penuh kasih memberikan kasih. Dua gambaran ini membuat seseorang sulit sekali mengerti. Sebagai orang yang harus dimurkai maka kita seharusnya menerima murka Allah. Di lain pihak kalau Allah adalah Allah yang penuh dengan belas kasihan maka manusia seharusnya dikasihi. Namun sekarang manusia harus dimurkai, maka Allah mengasihi. Jika saya adalah obyek murka Allah harusnya Allah murka, itu logis. Tetapi Alkitab mengatakan, kita adalah orang yang harus dimurkai maka Allah berahmat dan mengasihi kita, ini sulit dimengerti. Ajaran anugerah adalah konsep yang sulit dimengerti oleh manusia. Mengapa? Karena didasarkan pada dua sifat yang bertolak belakang yang tidak pernah bisa dipertemukan oleh manusia. Anugerah adalah konsep yang sulit dimengerti oleh dunia. Manusia memang tidak mampu dan tidak mungkin memparadokskan kedua sifat tersebut. Akibatnya manusia terjebak dan jatuh pada satu sistem dan tidak bisa lagi melihat sistem yang lain. 
Di dalam ayat 3 sampai ayat 7, ini menggambarkan kondisi dualistik. Di satu sisi berkenaan manusia di dalam sejarah (ay 1- 3). Sedangkan ayat 4 sampai 7 berkenaan dengan tindakan Allah yang sudah diformat di dalam kekekalan. Efesus 2:4-7 disini menggunakan struktur aorist indikatif aktif. Tindakan ini keluar dari sifat sejati Allah yang melampaui ruang dan melampaui waktu. Sedangkan Ef 2:1-3 menunjuk proses di dalam sejarah menggunakan kondisi past tense. Di satu sisi kita adalah orang yang harus binasa di bawah murka Allah namun di dalam kekekalan Allah sudah menyediakan rahmatNya, cinta kasihNya yang menjadi sifat dasar Dia, yang mengharuskan Dia mengambil tindakan untuk menyelamatkan kita. Inilah anugerah yang begitu besar yang Tuhan nyatakan kepada kita dan merupakan dua hal yang berjalan bersama-sama. Setelah kita mengerti paradoks ini sekarang kita akan masuk pada pengertian doktrin anugerah itu secara keseluruhan.
Pertama, tindakan anugerah yang tidak mungkin bisa dipikirkan oleh pikiran manusia. Alkitab mengajarkan bahwa kita adalah orang yang harus dimurkai, maka Allah memberikan rahmat dan cinta kasih untuk menyelamatkan kita. Ini teori logika yang Alkitab sodorkan kepada kita. Pola inilah yang membuat doktrin anugerah melampaui pikiran manusia. Ini menunjukkan salah satu bukti bahwa ajaran Alkitab melampaui apa yang manusia bisa spekulasikan. Memang ini tidak bisa dimengerti kecuali Allah yang membuka konsep ini. Jadi, jika kita mengerti konsep anugerah itu salah satu anugerah yang paling besar karena saudara mengerti. (bnd Mat 13:10-13). Mari kita masuk ke dalam doktrin anugerah ini dengan ucapan syukur, karena doktrin ini melampaui pikiran manusia tidak mungkin manusia bisa pikirkan. Jika kita memahami paradoks antara murka Allah dan rahmat Allah, antara keadilan Allah dan cinta kasih ini merupakan anugerah yang begitu besar yang Tuhan berikan kepada kita. 
Kedua, anugerah adalah sesuatu yang tidak layak kita terima. Istilah anugerah itu sendiri menunjukkan bahwa saya tidak layak menerima. Paulus mengatakan, "Kami adalah orang yang harus dimurkai." Kalimat ini sangat final di dalam membahas kefatalan kita. Ini yang pertama-tama dibicarakan setelah itu barulah Paulus bicara anugerah Tuhan. Saudara, doktrin anugerah adalah doktrin yang penting yang menunjukkan Allah mengasihi dengan cara yang tidak bisa dibayangkan, tidak bisa diukur dan tidak bisa dikerjakan oleh manusia. Ini merupakan tindakan pertolongan Allah yang begitu besar yang Tuhan berikan kepada setiap kita. Jika kita mengerti ini kita tahu berapa besar nilai hidup kita dihadapan Tuhan. Dan ini juga dapat membuat hidup kita mempunyai percaya diri bukan pada diri tetapi pada Tuhan yang menguatkan prinsip dan kehidupan diri (bnd. teladan Ayub). Jika kita sadar akan konsep ini, kita akan hidup dengan penuh ucapan syukur, melayani Tuhan dengan baik. Orang yang sadar bahwa semua yang ada ditangannya itu anugerah Tuhan dia tidak berani bermain-main dengan itu. Dengan demikian kita bisa mempunyai pertanggungjawab diri dan semangat yang rendah hati dihadapan Tuhan. Jika kita tidak mengerti anugerah Allah tidak heran dunia ini menjadi rusak. 
Ketiga, jika kita mengerti anugerah kita tahu anugerah itu bukan anugerah murahan. Banyak orang pikir jika anugerah itu diberikan cuma-cuma itu berarti barang yang tidak ada harganya. Ini keliru. Memang dunia banyak contoh seperti itu. Ini wajar karena dunia kita penuh dengan orang-orang egois. Dan orang egois tidak mau memberi barang yang bagus. Tetapi berbeda dengan Tuhan. Tuhan memberi contoh yang paling konkrit, dia beri anugerah yang paling besar. Alkitab mengajarkan anugerah yang diberikan kepada kita dikerjakan dengan pembayaran harga yang paling mahal yaitu darah Anak Tunggal Allah sendiri. Semua anugerah yang sudah diberikan kepada kita dikerjakan bukan dengan harga yang murah melainkan melalui pengorbanan AnakNya Yang Tunggal yang telah mati untuk kita. Ini adalah anugerah yang terlalu mahal yang harus dan bisa dikerjakan di tengah dunia. Dan ketika manusia mau mengerti anugerah dia tidak mungkin mengerti karena itu terlalu mahal. Alkitab mengatakan harganya dibayar bukan dengan emas dan perak tetapi dibayar dengan hidup Anak Tunggal Allah. Anugerah yang Allah berikan adalah merupakan ungkapan cinta kasih yang tidak ada ukurannya diseluruh dunia. Cinta yang begitu besar sehingga Alkitab mengatakan, "karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya Yang Tunggal supaya barang siapa yang percaya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal." Kalimat ini bukan kalimat kosong. Allah sendiri telah mengirimkan Anaknya Yang Tunggal mati demi menyelamatkan kita yang harusnya dimurkai oleh Tuhan. Anugerah Allah adalah anugerah yang telah terbukti bukan sekedar kata-kata bahwa Allah mengasihi kita. Tuhan ingin kita belajar mencintai Dia mengasihi Dia dengan segenap hati kita dengan segenap akal budi kita, segenap kemampuan kita dengan seluruh keberadaan kita. 
Saudara, jika hari ini kita telah belajar bahwa Tuhan begitu mengasihi kita. Masalahnya sekarang, seberapa jauhkah kita berespon terhadap kasih Allah? Hari ini kalau kita boleh belajar dan mengerti anugerah Tuhan yang begitu besar mari kita belajar berespon untuk anugerah itu. Berespon terhadap cinta kasih Tuhan dengan tepat. Belajar bercermin dengan cinta kasih Dia. Maukah saudara. Amin!
Oleh : Rev. Sutjipto Subeno
(Ringkasan khotbah ini belum di periksa oleh pengkhotbah)


4. Kebenaran Dan Kekudusan Yang Sejati
    Nats : Efesus 4 : 20 - 24

Hari ini kita akan masuk kembali memikirkan hal terakhir dari Efesus 4 ayat 24 dimana Paulus menekankan hidup yang diubah dari manusia lama menjadi manusia baru, yang dicipta kembali menurut kehendak Allah. Ini merupakan satu sifat recreation (penciptaan ulang) yang dikerjakan oleh Allah sendiri. Di dalam kasus ini seringkali kita mudah terjebak sehingga akhirnya gagal mengerti apa artinya manusia baru. Apalagi kalau manusia baru ini dikaitkan dengan istilah-istilah lain seperti halnya lahir baru, pertobatan, dsb. yang sebenarnya menjadi istilah unik dalam kekristenan tetapi gagal dimengerti secara mendalam. Saya rasa kita perlu waspada dengan pemikiran seperti ini. Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup seseorang, perubahan akibat tekanan luar, aspek rasional, upaya diri atau gejala-gejala tertentu tidak berhubungan sama sekali dengan pertobatan, lahir baru dan semua istilah, termasuk manusia baru dalam ayat ini. Perubahan semacam itu justru membuat kita salah mengerti inti daripada iman Kristen karena orang yang bukan Kristen bahkan yang tidak beragama pun dapat melakukan hal seperti itu. 
Perubahan iman Kristen yang sesungguhnya akan bersifat konsisten karena ini menjadi bukti pencirian bagaimana Allah sedang mengintervensi dan melahirbarukan orang tersebut menjadi ciptaan baru di dalam Kristus untuk kembali mempermuliakan Tuhan. Jikalau demikian, siapa yang mengerjakan intervensi tersebut dan bagaimana intervensi itu dikerjakan di dalam diri kita? Alkitab membukakan dalam Yoh 14 bahwa intervensi ini dikerjakan karena peranan Roh Kudus yang langsung mengarap inti hidup kita. Ketika Roh Kudus datang, Ia akan menginsafkan manusia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16). Sehingga akibatnya kalau kita merelasikan hal ini yang mana kehendak Allah dijalankan, ia akan memancarkan ciri hidup di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Mengapa istilah ini kita kaitkan dengan Roh Kudus? Ini bukan hal yang sederhana! Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "true righteousness and holiness." Kalau dalam bahasa Yunani tidak perlu diberi kata true (dikaiosune) sebab didalamnya ada inti menuju kepada "truth," kekudusan yang sesungguhnya. Yaitu satu sikap bagaimana kekudusan itu bukan masuk pada kekudusan palsu tetapi kekudusan yang truth (Alitheia), kebenaran bersifat benar, sejati dan murni. Kekudusan yang seperti inilah yang harus dituntut. 
Ketika saudara membaca Yoh 14: 15-26, di ay. 17 jelas disebutkan bahwa Roh penghibur itu akan datang yaitu yang disebut sebagai Roh Kebenaran. Sedangkan dalam ay. 26 dikatakan, penolong itu adalah Roh Kudus. Dua istilah ini dipararelkan secara satu perikop. Sehingga disini kalau disebut sebagai Roh Kebenaran maka ia bersifat kebenaran dan kalau disebut Roh Kudus maka ia bersifat kudus. Maka Roh kebenaran dan Roh Kudus itu merupakan satu oknum yang sama dan oknum ketiga daripada Allah Tritunggal. Jadi jika manusia baru terjadi karena dicipta ulang di dalam Roh Kudus maka seharusnya ia memancarkan kebenaran dan kekudusan. Ini merupakan atribusi normal daripada Roh Kudus sendiri. Disini satu hal yang sangat serius perlu dipertanyakan mengapa banyak orang Kristen seringkali tidak hidup seturut dengan naturnya? Mengapa kalau saya sebagai manusia baru dan benar-benar menjadi manusia yang sudah dicipta ulang berdasarkan kehendak Allah dan Roh Kudus diam di dalam hati namun tidak muncul natur daripada atribusi Roh Kudus di dalam diri saya? 
Dalam Yoh 14:26 hal itu ditegaskan, "…, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman." Disini terdapat dua unsur yaitu sadar akan dosa dan kebenaran dan akhirnya yang ketiga sadar adanya sanksi diantara dua hal yang pertama. Kita hidup dalam dosa atau kebenaran, itu membicarakan penghakiman Allah. Disini berarti kita tidak cukup hanya mengerti dua hal saja tetapi perlu dituntut untuk memilah dan kemudian memilih dimana kita akan hidup, karena dari dua hal ini akan ada penghakiman yang menyertai dibelakangnya. Berarti saya bukan sekedar tahu, namun saya harus bersikap karena sikap ini akan menentukan bagaimana dampak yang akan saya alami dibelakangnya. Ini tiga hal yang menjadikan intervensi yang digarap oleh Tuhan di dalam diri seseorang. 
Selanjutnya kita melihat, istilah "di dalam kebenaran" dalam Ef 4:24 tidak memakai kata truth (kebenaran hakiki) tetapi menggunakan righteousness (kebenaran keadilan) yang artinya satu sikap kebenaran yang harus diuji baik melalui kesaksian, pengadilan dan berbagai sarana pengujian hingga akhirnya terbukti kebenarannya (terikat dengan kebenaran asasinya/ truth). Kata righteousness dibelakangnya tidak membutuhkan "yang sejati" karena righteousness ansih di dalam dirinya menuntut kesejatian. Sehingga saudara perlu memeriksa dengan cermat apabila di dalam Alkitab menemukan kata kebenaran karena antara "truth" yang tidak perlu diuji dengan "righteousness" yang harus diuji, itu merupakan dua hal yang berbeda jauh dan tidak dapat dicampuradukkan. 
Ditengah sejarah kita melihat upaya-upaya untuk mengeser dan mempermainkan kebenaran yang begitu banyak. Kalau saudara melihat hal seperti itu, ternyata iman kebenaran Kristen itu sangat rentan dan rapuh dengan pencemaran yang sedang terjadi. Sehingga bagaimana sifat righteousness ini dibuktikan dan dijalankan? Itu alasan di dalam Reformed Theologi dan bahkan Pdt. Stephen Tong menekankan setiap hamba Tuhan harus bertanggungjawab dan rela diuji atas setiap pemberitaan kepada jemaat. Kita melihat pencemaran theologis dan kebenaran, pengujian di dalam iman kita sangat rentan dicemari oleh berbagai aspek akibatnya kebenaran kita kalau mau dibuktikan seringkali harus mengalami pengasahan yang luar biasa. Di dalam sejarah berulangkali kebenaran dikontaminasi dengan kepentingan politik, ekonomi, dsb. Bagaimana kebenaran iman Kristen kita dapat murni kalau dicemari dan digerogoti terus oleh segala macam kepentingan yang masuk dan mencemarinya? Bagaimana kita hidup di dalam kebenaran yang teruji? Saya rindu Tuhan membentuk dan menyadarkan, bagaimana saudara dan saya hidup didalam kebenaran yang rela diuji, dipertanyakan dan melalui pembuktian waktu, membuktikan diri apa yang kita katakan dan kerjakan itu adalah hal yang benar. Ini adalah aspek pertama yaitu kebenaran atau righteousness. Satu proses kebenaran yang terus diuji sampai akhirnya membuktikan diri menuju pada truth (kebenaran sejati yang tidak perlu diuji). 
Unsur kedua adalah Kekudusan. Dalam ayat ini kata kudus yang dimaksud bukan hagios (kekudusan dalam arti kesalehan) karena jika demikian kita hanya melihat sebagai satu gejala luar bagaimana saya hidup menampilkan diri kelihatan saleh, suci secara tampilan. Kesucian dari luar yang tidak disertai dengan kesucian di dalam dan sikap ini sangat tidak disukai oleh Tuhan Yesus. Kekudusan yang dimaksud di dalam ayat ini adalah kekudusan yang terjadi akibat proses di dalam yang sudah memurnikan diri (to purify). Sehingga gambaran pengudusan ini adalah seperti satu bongkah batu emas yang masih penuh dengan kotoran, yang harus dibakar berulang-ulang kemudian disingkirkan kotorannya. Itulah upaya pemurnian. Untuk mendapatkan emas yang mendekati 90% akan sulit dan rumit sekali pemurniannya sehingga hingga di tingkat tertentu tidak mampu untuk menaikkan lebih tinggi lagi dan harus orang yang ahli yang sanggup memurnikannya. Inilah kekudusan yang diinginkan Tuhan untuk dikerjakan! Artinya pada saat seperti itu Tuhan menuntut satu pengujian dan pemurnian hidup yang semakin hari semakin tidak memperkenankan hidup kita dikotori oleh apapun. Menuntut diri supaya hidup benar di hadapan Tuhan serta menyenangkan hati Tuhan dengan tidak membiarkan diri dirusak dan dicemarkan. Inilah sifat dari Roh Kudus yang menggarap kita! Sehingga kalau saudara dan saya tidak mampu mencapai 100% murni sempurna, itu bukanlah alasan kita tidak berproses dalam kekudusan. Proses harus tetap dikerjakan dan harus digarap satu-persatu dalam hidup kita serta tidak memperkenankan satu inci hidup kita dicemari oleh apapun. Dan upaya ini harus digarap terus-menerus di dalam hidup kita. 
Saat saya sudah mulai dapat berproses, kita tidak boleh lengah sedikitpun karena saat itu kita dapat jatuh lagi. Itulah yang Paulus tuntut nantinya di dalam ayat bawahnya yaitu hendaklah engkau terus mengarap hidupmu sehingga engkau tidak rela mendukakan roh Kudus, mencemarkan nama Tuhan dan ketidakrelaan itu menjadi motivasi kita karena engkau sudah menjadi manusia baru di dalam Kristus. Berapa jauh kita memproses hidup kita di dalam kebenaran dan kekudusan sejati? Tidak ada gunanya kita memproses demi sekedar orang lain melihat kita baik karena yang menilai kita bukanlah orang melainkan Tuhan sendiri. Ia mau inti hidup kita bagus sehingga membuat tampilan kita bagus. Artinya sesuatu yang digarap di dalam secara baik dan teraplikasi secara baik serta adanya perubahan kehidupan dimana inti hidupnya yang diubah oleh Tuhan. Biarlah itu berproses terus-menerus, sebagai bukti kita adalah manusia baru di dalam Tuhan. Sebagai bukti bahwa bibit kebenaran dan kekudusan itu ada dalam diri kita yang menjadikan kita mungkin berproses di dalam kebenaran dan kekudusan sesungguhnya. Di tengah dunia seperti ini, satu-satunya pengharapan kita adalah kembali dan takut kepada Tuhan, itu merupakan modal kekuatan untuk menghadapi dunia. Jikalau tidak maka dengan kekuatan apa kita dapat bertahan? Saya mengharapkan ini menjadi dasar daripada proses hidup kita sehingga saudara dan saya boleh menjadi lilin yang bersinar terang yang menerangi sekeliling kita yang gelap dan dengan demikian kita boleh menjadi saksi Tuhan. Mau saudara? Amin.
Oleh : Rev. Sutjipto Subeno
(Ringkasan khotbah ini belum di periksa oleh pengkhotbah)